Perumnas sebagai perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang mengurus penyedia perumahan berharap perannya bisa seperti Bulog yang mengurusi pasokan pangan. Hal ini dikatakan oleh Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief Sugoto. Peran semacam ini sempat dijalani selama dua dekade awal Perumnas namun atas regulasi pemerintah, Perumnas berubah seperti pengembang biasa yang harus bersaing di pasar.
Menurut pria yang lahir di Solo pada 1963, peran Perumnas yang menjadi pengembang biasa mengakibatkan seluruh pendekatan menggunakan pendekatan komersial. Tentu saja hal ini berimbas pada melambungnya harga tanah, infrastruktur, kredit konstruksi, dan yang lainnya sehingga hanya masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke atas yang dapat membeli rumah di perkotaan. Sedangkan masyakarat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah terpaksa hanya dapat mencicil rumah di lokasi yang jauh dari perkotaan.
Lalu bagaimana langkah Perumnas dalam menjalankan program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi sejak April 2015 silam? Bagaimana juga teknik Perumnas untuk mendapatkan lahan yang terbatas dengan harga yang bersaing? Alumnus Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung membeberkannya secara terang-terangan langkah yang akan diambilnya.
Untuk menjalankan program Sejuta Rumah, Perumnas harus ditempatkan seperti semula bukan seperti saat ini dimana Perumnas dianggap seperti pihak pengembang biasa karena yang bisa mendapat subsidi merupakan pembeli yang membeli melalui KPR. Saat ini rumah dianggap seperti komoditas komersial biasa, bukan lagi menjadi kebutuhan pokok seperti sandang dan pangan.
Adapun untuk mendapatkan lahan yang terbatas, pria yang sempat menjabat sebagai Chief Operation Officer di PT Prosys Bangun Nusantara ini menjelaskan bahwa untuk mendapatkannya ialah melalui optimalisasi. Ada banyak hal yang perlu dioptimalisasi seperti lahan aset milik BUMN, lahan di pinggiran stasiun kereta, hingga kantor-kantor pemerintah yang ada dapat diefisienkan. Lahan-lahan seperti pasar tradisional juga bisa dibuat efisien seperti dibangun 1-3 lantai untuk pasar, selebihnya bisa untuk hunian seperti di Hongkong.
Menurut Himawan Arief Sugoto, jika ditata ulang peluangnya masih terbuka lebar. Memang hal ini harus ada kebijakan yang mengatur. Pada beberapa negara, pembangunan landed house sudah dilarang. Nah, untuk lahan sendiri Perumnas tidak memiliki banyak lahan sehingga harus pihak Perumnas sendiri yang gerilya.
Menarik jika kita lihat bagaimana visi Direktur Utama Perumnas, Himawan Arief Sugoto untuk menjalankan program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh Jokowi. Apakah Pak Himawan mampu mewujudkannya? Kita tunggu saja.
Tinggalkan Balasan